Kamis, 25 April 2024

Antara Petualangan dan Pertanggung Jawaban

sumber: www.clipgroud.com

Daren dan Arjuna adalah dua sahabat petualang di alam liar. Namun, satu petualangan baru menanti mereka, yang bahkan lebih menakutkan daripada yang pernah mereka hadapi sebelumnya.

Pada suatu hari yang mendung di kaki Gunung Arjuna, mereka memutuskan untuk melakukan petualangan ke hutan yang terkenal di wilayah tersebut. Mereka terlihat antusias dalam pendakian kali ini.

Arjuna: "Lihatlah Daren, betapa megahnya pemandangan di sekitar kita. Ini sungguh luar biasa!"

Daren: "Benar sekali, Arjuna. Sangat beruntung kita bisa menikmati pemandangan ini."

Arjuna: "Tapi jangan lupa, kita harus tetap waspada. Petualangan ini bisa menjadi berbahaya jika kita tidak berhati-hati."

Daren: "Saya setuju. Kita harus selalu waspada terhadap medan yang mungkin berbahaya dan cuaca yang bisa berubah tiba-tiba."

Arjuna: "Mari terus maju, Daren. Kita memiliki banyak lagi petualangan yang menanti di depan sana."

Daren: "Tentu saja, Arjuna. Mari kita jadikan setiap langkah sebagai pengalaman berharga dalam perjalanan kita."

Tanpa terasa arjuna dan daren telah berjalan sampai di Tengah pendakian. Semakin lama mereka berjalan, hutan itu seperti menjebak mereka dalam kegelapan yang tak berujung.

Ketika matahari mulai terbenam, Arjuna dan Daren melihat cahaya samar-samar di kejauhan. Tanpa ragu, mereka memutuskan untuk mengikuti cahaya tersebut.

Ketika semakin mendekat, mereka menyadari bahwa cahaya itu berasal dari sebuah pasar yang terlihat sangat gelap dan mencekam seperti tidak ada yang hidup, kecuali beberapa sosok yang berjalan di antara tenda-tenda yang tua dan rapuh.

"Apakah kamu melihat itu, Daren?" tanya Arjuna dengan rasa takjub dan sedikit khawatir.

Daren mengangguk, wajahnya dipenuhi dengan kebingungan. "Aku pikir aku sedang bermimpi, Arjuna. Bagaimana mungkin ada pasar di tengah hutan?"

Namun, ketika mereka mendekati pasar tersebut, mereka menyadari bahwa ini bukanlah pasar biasa. Terpampang di pintu masuk adalah sebuah plakat yang bertuliskan "Pasar Setan" yang membuat bulu kuduk mereka berdiri tegak.

"Kita tidak boleh masuk ke sini, Arjuna. Pasti ada sesuatu yang tidak beres," kata Daren dengan suara bergetar.

Namun, rasa penasaran Arjuna tak terbendung. "Tapi, Daren, mungkin kita bisa mencari tahu lebih banyak tentang tempat ini. Siapa tahu ada sesuatu yang berguna bagi kita."

Ketika mereka melintasi pasar itu, mereka merasa seperti diawasi oleh mata-mata yang tak terlihat. Arjuna merasa tidak nyaman dan Daren pun mulai merasakan hal yang sama.

"Tidak ada yang benar di sini, Arjuna. Kita harus segera pergi," desis Daren.

Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, tiba-tiba langit menjadi gelap dan angin kencang mulai bertiup. Mereka tersadar bahwa mereka telah terjebak di dalam pasar setan ini.

Semakin lama mereka berada di dalam pasar itu, mereka merasa terjebak di dalam dunia lain yang diselimuti kegelapan. Dengan cepat, mereka mencoba mencari jalan keluar.

Arjuna: "Daren, ini bukan tempat yang biasa. Saya merasa seperti kita tersesat di tempat yang gelap dan menakutkan ini."

Daren: "Saya juga merasakan hal yang sama, Arjuna. Ini sungguh terasa aneh. Tapi kita harus tetap tenang dan berpikir jernih."

Arjuna: "Tapi lihatlah, ada sesuatu yang aneh dengan orang-orang di sini. Mereka terlihat seperti makhluk dari dunia lain."

Daren: "Ya, mereka terlihat sangat menyeramkan. Ayo, kita segera keluar dari tempat ini."

Arjuna: "Tapi di mana pintu keluarnya, Daren? Semua tampak seperti lorong gelap dan sempit yang tidak memiliki ujung."

Daren: "Teruslah berlari dan kita akan mencoba menemukan jalan keluar."

Dalam kepanikan mereka terus berlari berusaha menemukan jalan keluar. Akhirnya, mereka menemukan cahaya kecil di kejauhan. Tanpa peduli dengan apa pun yang mungkin menanti mereka di balik bayang-bayang gelap.

Akhirnya, setelah perjuangan yang panjang dan melelahkan, mereka berhasil melarikan diri dari pasar setan itu. Mereka pun berhenti sejenak untuk istirahat sebentar, mereka berdua duduk di sebuah pos. 

Daren: "Akhirnya kita berhasil keluar dari pasar setan itu juga. Sungguh tempat yang menakutkan."

Arjuna: "Kita harus berhati-hati. Siapa tahu masih ada bahaya di sekitar sini. Lebih baik kita istirahat sejenak di pos ini."

Daren: "Saya setuju, Arjuna. Kita butuh istirahat sebentar untuk mengumpulkan tenaga dan memikirkan langkah selanjutnya."

Saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat, mereka memutuskan bahwa sudah waktunya untuk melanjutkan perjalanan mereka.

Selama perjalanan, mereka berbagi cerita tentang petualangan mereka sebelumnya, tertawa tentang kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan.

Setelah beberapa hari perjalanan yang melelahkan, akhirnya mereka melihat cahaya terang di ujung jalan. Mereka tahu bahwa mereka hampir mencapai ujung hutan dan akan segera kembali ke peradaban manusia.

Dengan perasaan lega dan bahagia, Daren dan Arjuna melangkah keluar dari hutan yang misterius itu. Meskipun mereka tahu bahwa petualangan baru mungkin menunggu di masa depan, mereka siap menghadapinya bersama, sebagai sahabat dan rekan petualang yang tak terpisahkan.

Ketika mereka kembali ke rumah, mereka bersumpah untuk tidak pernah lagi mencari petualangan di tempat-tempat yang tidak mereka kenal. Mereka belajar bahwa keindahan alam bisa menjadi menggoda, tetapi terkadang juga bisa menyembunyikan bahaya yang tidak terduga. 

Cerita tentang Arjuna dan Daren yang tersesat di pasar setan mengingatkan kita akan bahaya menggoda kekayaan dan harta benda secara berlebihan. Pasar setan merupakan metafora untuk godaan dunia yang menggiurkan namun penuh dengan risiko dan bahaya. Tidak hanya itu, kekayaan materi tidak sebanding dengan kehilangan yang mungkin kita alami dalam prosesnya.

Kendati demikian, cerita ini menyoroti pentingnya keberanian dan tekad dalam menghadapi rintangan dan bahaya. Arjuna dan Daren mewakili semangat petualang yang tak kenal takut, namun mereka juga memperlihatkan bahwa keberanian tidak selalu berarti mengabaikan risiko yang ada. 

Mengenai persahabatan mereka, dukungan antar sesama sangat berpengaruh dalam menghadapi tantangan hidup. Arjuna dan Daren saling mendukung dan bertahan satu sama lain, bahkan di saat-saat tergelap dan paling berbahaya. 

Terakhir, cerita ini mengajarkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, baik itu positif maupun negatif.

Penulis: Siti Qummariyah

Editor: Kumala N. A

Sabtu, 20 April 2024

Sang Belahan Jiwa


Credit by Pinterest


Di antara terpaan angin malam

Ada satu bintang yang tetap bersinar

Tak terlihat oleh banyak mata

Namun bagiku

 Ia menuntun langkahku.

 

Dia bukanlah ratu gemerlap dunia

Tak bersinar dalam sorot lampu panggung

Namun dalam dada, ialah mahkota

Yang menghiasi kehidupan tanpa ragu

 

Nenek, oh nenek belahan jiwaku

Dalammu terukir semua kenangan indah

Setiap langkahmu

setiap senyummu

Mengisi hatiku dengan cahaya kebahagiaan

 

Kata-katamu adalah bait-bait syair

Yang mengalir manis dari hatimu yang tulus

Dengannya aku merasakan ketenangan

Dalam pelukan hangat kasih sayangmu

 

Meski waktu membawa kita berpisah

Kenangan tentangmu takkan pernah pudar

Engkau adalah pelangi dalam hidupku

Warna-warni kebahagiaan yang tak terlupakan

 

Di sebuah desa kecil di pedesaan yang indah, tinggal seorang anak laki-laki bernama Rian. Rian adalah anak yang ceria dan penuh semangat, namun hidupnya tidaklah mudah. Ia kehilangan kedua orang tuanya saat masih sangat muda karena perpisahan yang tak terelakkan. Kedua orang tua rian berpisah dan entah pergi kemana dengan kehidupan mereka masing-masing.

Rian adalah seorang anak yang tumbuh besar tanpa kedua orang tuanya. Kehidupannya dipenuhi dengan kenangan manis bersama neneknya, seorang wanita tua yang penuh kasih sayang dan bijaksana. Sejak kecil, neneknya telah menjadi sosok pengganti orang tua baginya, memberinya cinta, perhatian, dan arahan dalam menjalani kehidupan.

(Lokasi: Ruang tamu di rumah mereka)

Ibu (Sarah): Kenapa kamu selalu begitu egois, David? Kamu tidak pernah memikirkan keluarga ini!

Ayah (David): Egois? Siapa yang egois? Aku yang harus bekerja keras untuk memberi makan keluarga ini!

Sarah: Itu alasan yang sama sekali tidak masuk akal! Kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu dan tidak pernah punya waktu untuk kami!

David: Aku bekerja keras untuk mendapatkan uang, Sarah! Itulah yang kita butuhkan!

Sarah: Tapi uang tidak bisa menggantikan kehadiranmu di rumah! Rian butuh ayah yang ada di sini, bukan hanya memberikan uang!

 

David: Aku melakukan ini semua untuk kebaikan keluarga ini! Kamu tidak mengerti!

Sarah: Kamu tidak mengerti bahwa keluarga ini butuh lebih dari sekadar uang! Kami butuh kehadiranmu, David! Kami butuh cinta dan perhatianmu!

David: Aku lelah mendengar keluhanmu, Sarah! Mungkin kita tidak cocok lagi bersama!

Sarah: Apa yang kamu katakan? Kamu serius?

David: Ya, aku serius. Mungkin ini waktu terbaik bagi kita untuk pergi masing-masing!

Sarah: Tidak! Aku tidak percaya kamu bisa mengatakan itu! Kamu tidak boleh meninggalkan kami!

David: Mungkin ini yang terbaik, Sarah. Kita sudah tidak bahagia lagi bersama.

Sarah: Tidak, aku tidak mau perceraian! Rian butuh kita berdua!

David: Rian bisa bertahan. Mungkin ini memang yang terbaik bagi kita semua.

Sarah: (Menangis) Bagaimana kita bisa sampai ke titik ini, David?

David: Aku tidak tahu, Sarah. Mungkin kita terlalu berbeda.

Sarah: (Merasa putus asa) Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi.

David: Kita harus memikirkan kebaikan Rian. Dan mungkin perceraian adalah jawabannya.

Percakapan yang memilukan itu akhirnya membawa mereka pada keputusan yang sulit untuk bercerai, meninggalkan Rian dengan rasa kehilangan yang mendalam dan pertanyaan yang tak terjawab tentang keberlanjutan keluarganya. Hanya tertinggal Ibu dengan Rian di ruang tamu. Setelah itu, Rian diantarkan ke rumah neneknya di desa.

(Lokasi: Ruang makan di rumah nenek Rian)

Sarah: (Menyeka air matanya) Rian, sayang, duduklah bersamaku sebentar.

Rian: (Duduk di seberang meja dari ibunya dengan ekspresi campuran antara kesedihan dan kebingungan) Ibu, kenapa Ibu harus pergi?

Sarah: (Memeluk Rian erat) Sayang, Ibuku harus pergi karena ada beberapa hal yang harus diurus di kota. Tapi aku akan selalu ada untukmu, bahkan jika kita harus berjauhan.

Rian: Tapi aku ingin Ibu tetap di sini bersamaku dan nenek. Mengapa kita tidak bisa tinggal bersama?

 

Sarah: (Menangis) Sayang, keputusan ini sangat sulit untuk Ibu. Tapi aku harus bekerja dan memastikan kita memiliki cukup uang untuk hidup. Tidak apa-apa jika kita berpisah sementara waktu, kan?

Rian: (Mengangguk perlahan) Tapi aku akan merindukan Ibu.

Sarah: Ibu juga akan merindukanmu, sayang. Tapi kita akan tetap terhubung, baik melalui telepon, surat, atau video panggilan. Dan nenekmu juga akan selalu ada di sini untukmu.

Rian: (Mengusap air matanya) Baiklah, Ibu. Aku akan mencoba untuk kuat.

Sarah: Itu anakku yang baik. (Menyeka air matanya) Aku berjanji akan datang menemuimu sebanyak mungkin, dan kita akan tetap menjaga hubungan kita, baik?

Rian: (Mengangguk) Baiklah, Ibu. Aku akan menunggu kedatanganmu.

Sarah: (Menyeka air matanya) Aku mencintaimu, sayang. Jangan pernah lupakan itu.

Rian: (Mengembangkan senyum kecil) Aku juga mencintaimu, Ibu.

Meskipun hati mereka hancur oleh perceraian dan kepergian ibunya, percakapan ini memperlihatkan ikatan kasih sayang yang kuat antara ibu dan anak. Meskipun terpisah secara fisik, mereka berdua berjanji untuk tetap saling mendukung dan mencintai satu sama lain sepanjang waktu.

Saat di depan rumah nenek

Sarah: (Memeluk Rian erat) Sayangku, aku tahu ini sangat sulit bagimu. Aku minta maaf karena kita harus melalui ini.

Rian: (Dengan suara terdengar sedih) Aku akan merindukanmu bu.

Sarah: Aku juga akan merindukanmu, Nak. Tapi kamu tahu, Ibu pergi ke kota bukan untuk meninggalkanmu, tapi untuk mencari cara agar kita bisa hidup lebih baik.

Rian: Apa yang salah dengan hidup kita di sini? Kenapa Ibu harus pergi?

Sarah: (Menatap mata Rian dengan penuh kasih) Bukan karena ada yang salah, Nak. Tetapi Ibu percaya bahwa dengan pergi ke kota, Ibu bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, sehingga kita bisa memiliki hidup yang lebih baik juga.

Rian: Tapi apa yang akan Rian lakukan tanpamu bu?

Sarah: Kamu akan baik-baik saja, Nak. Nenek akan tetap bersamamu di sini. Dan aku akan selalu ada untukmu, meskipun tidak di sampingmu secara fisik.

Rian: Tapi kenapa Papa harus pergi dan tidak kembali?

 

Sarah: (Menangis) Ayah dan Ibu memang harus pergi masing-masing, Nak. Tapi kamu harus percaya bahwa kedua orang tua kamu selalu mencintaimu. Perceraian itu tidak membuat Ayah dan Ibu berhenti mencintaimu.

Rian: Aku akan mencoba.

Sarah: (Mengusap air mata Rian) Itu anakku yang baik. Kamu sangat kuat, Nak. Ibu percaya kamu bisa melewati ini.

Rian: (Mencoba tersenyum) Aku akan merindukanmu, Bu.

Sarah: Dan Ibu akan merindukanmu juga, Nak. Tetapi ingatlah, cinta kita akan selalu menyatukan kita, meskipun jarak memisahkan kita.

Percakapan itu penuh dengan emosi, tetapi juga penuh dengan kasih sayang. Meskipun mereka harus berpisah secara fisik, cinta mereka satu sama lain tetap tidak tergoyahkan. Rian harus belajar untuk menerima perubahan dan menemukan kekuatan di dalam dirinya untuk melanjutkan hidup, sementara Ibunya berusaha mencari kehidupan yang lebih baik bagi mereka berdua.

Masa kecil Rian hanya dihabiskan kegembiraan dengan sang nenek, walaupun tidak memiliki kedua orang tua seperti anak-anak lainnya, namun kehadiran neneknya selalu mampu menghibur dan memberinya kekuatan. Bersama nenek, Rian belajar banyak hal tentang kehidupan, nilai-nilai moral, dan kebaikan.

Setiap hari, neneknya mengajarkan Rian tentang pentingnya bersyukur atas apa yang dimilikinya, meskipun terkadang hidup mereka sederhana. Mereka belajar saling mengasihi, saling memaafkan, dan saling mendukung satu sama lain. Meskipun Rian tidak memiliki pengalaman hidup yang sama dengan anak-anak lain yang memiliki kedua orang tua, namun cinta dan perhatian neneknya membuatnya merasa cukup dan bahagia.

Namun, ada saat di mana Rian merasa kesepian dan merindukan sosok orang tua yang seharusnya ada di sampingnya. Neneknya selalu berusaha menenangkan Rian dan mengajaknya untuk tetap berpikiran positif. Dia selalu menegaskan bahwa meskipun kedua orang tua Rian tidak lagi bersama mereka, namun mereka selalu hadir dalam hati dan doa mereka.

Rian: Nenek, apakah Ayah dan Ibu akan kembali?

Nenek: Sayang, Ayah dan Ibu memang sudah memilih jalan masing-masing. Tapi itu tidak berarti mereka berhenti mencintaimu, Nak.

Rian: Tapi aku merindukan mereka, Nenek. Aku ingin mereka berdua di sini bersama kita.

Nenek: Aku tahu, Nak. Dan aku juga merindukan mereka. Tapi kadang-kadang, orang dewasa harus mengambil keputusan yang sulit untuk kebaikan semua orang.

Rian: Tapi mengapa mereka harus berpisah?

Nenek: Kadang-kadang, hubungan antara orang dewasa bisa rumit, Nak. Dan kadang-kadang, perceraian adalah satu-satunya jalan keluar dari masalah yang ada.

Rian: (Mengangguk, tetapi masih terlihat sedih) Tapi itu tidak adil, Nenek. Aku tidak ingin hidup tanpa ayah dan ibu.

Nenek: Aku mengerti, Nak. Tetapi kamu tahu, Ayah dan Ibu selalu mencintaimu, bahkan jika mereka tidak selalu bisa bersama kamu.

Rian: (Meneteskan air mata) Aku tahu, Nenek. Tapi aku masih merindukan pelukan mereka.

Nenek: (Memeluk Rian erat) Aku juga merindukan mereka, Nak. Tapi kita harus kuat. Kita masih punya satu sama lain, bukan?

Rian: (Mengangguk, mencoba tersenyum) Ya, Nenek. Kita punya satu sama lain.

Nenek: Dan kamu tahu Rian, kita akan selalu ada satu sama lain. Kita akan melewati semua ini bersama-sama.

Rian: (Merasa sedikit lebih baik) Terima kasih, Nenek.

Nenek: Tidak perlu berterima kasih, Nak. Itu yang nenek lakukan. Kita akan menjaga satu sama lain, tidak peduli apa pun yang terjadi.

Percakapan itu menunjukkan hubungan yang kuat antara Rian dan Neneknya, serta kemampuan mereka untuk saling mendukung di saat-saat sulit. Meskipun Rian merasa kehilangan tanpa kehadiran orang tua, dia tahu bahwa dia tidak sendirian karena memiliki nenek yang selalu ada di sisinya.

Ketika Rian mulai tumbuh dewasa, dia semakin mengerti betapa berharga dan pentingnya peran neneknya dalam hidupnya. Dia berusaha untuk menjadi anak yang baik dan membahagiakan neneknya sebaik mungkin. Meskipun terkadang ada rintangan dan kesulitan yang mereka hadapi bersama, namun kekuatan cinta dan ikatan mereka tidak pernah pudar.

Hingga suatu hari, saat Rian telah dewasa, Neneknya perlahan-lahan mulai lemah karena usia yang telah lanjut. Rian merasa sedih dan terpukul oleh kenyataan bahwa waktu bersama Neneknya mungkin tidak akan selamanya. Namun, dia berusaha untuk tetap kuat dan memberikan dukungan serta perhatian yang lebih kepada neneknya.

Dalam momen kehilangan neneknya yang dicintai, Rian merasakan kesedihan yang begitu mendalam dan tak terlukiskan. Setiap detik terasa begitu berat, dipenuhi dengan kekosongan yang tajam.

Rian duduk sendirian di tepi tempat tidurnya, tatapan kosongnya tertuju pada sudut ruangan yang kosong. Di dalam dadanya, terasa sebuah beban yang berat dan hampa. Neneknya, sosok yang begitu penyayang dan menjadi tempat pelarian selama ini, telah pergi untuk selamanya.

Tangisnya tak terbendung lagi, Rian merasa seperti hatinya hancur berkeping-keping. Nenek adalah segalanya baginya, bukan hanya seorang pengasuh, tetapi juga sahabat dan pelindung. Dia merindukan belaian lembut dan kata-kata bijak Neneknya yang selalu menghiburnya di saat-saat sulit.

Rian merasa kehilangan arah, seakan-akan tanpa kehadiran Nenek, dunianya runtuh menjadi pecahan-pecahan yang tidak teratur. Setiap sudut rumah menyampaikan kenangan manis tentang Neneknya, memperkuat perasaan kehilangan yang mendalam.

"Denganmu pergi, seolah-olah setengah dari diriku ikut pergi, Nenek," bisiknya dalam tangis. Dia merindukan aroma harum Nenek yang selalu tercium ketika dia memeluknya, serta senyum lembut yang menenangkannya di masa-masa sulit.

Namun, di balik kesedihan yang menyelimuti hatinya, Rian mencoba merangkul kenangan indah bersama Neneknya. Setiap tawa, setiap cerita, dan setiap pelajaran yang diberikan neneknya akan tetap terpatri dalam ingatannya, menjadi cahaya dalam gelapnya kesedihan.

Meskipun kesedihan melanda, Rian berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menghormati dan mengenang warisan kasih sayang dan kebijaksanaan yang ditinggalkan oleh neneknya. Dengan memeluk kenangan itu, dia berharap dapat menemukan sedikit ketenangan di tengah badai kesedihan yang melanda.

Pada saat itu, Rian merasa seperti ia telah kehilangan bagian dari dirinya sendiri, namun ia juga menyadari bahwa kenangan dan warisan cinta dari Neneknya akan selalu hidup di dalamnya.

Ketika akhirnya neneknya meninggal dunia, Rian merasa kehilangan yang sangat mendalam. Namun, dia juga merasa bersyukur telah memiliki kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama nenek yang luar biasa itu. Pengalaman hidupnya bersama nenek telah membentuknya menjadi pribadi yang kuat, bijaksana, dan penuh cinta kasih.

Walau hidupnya tanpa kedua orang tua, kehadiran Neneknya telah mengajarinya tentang kehidupan, cinta, dan kebahagiaan. Dan meskipun neneknya telah tiada, kenangan indah bersamanya akan selalu membawa kehangatan dan inspirasi dalam setiap langkah perjalanan hidupnya.



Penulis: Siti Qummariyah

Editor: Henik Ika Ulfawati

Rabu, 03 April 2024

Meraih Berkah, FORMAKIP Walisongo Bagi-bagi Takjil di Bulan Ramadhan

Semarang, formakipwalisongo.org - Departemen Sosial dan Advokasi Formakip Walisongo mengadakan kegiatan Bagi-bagi Takjil sebagai wujud kepedulian kepada sesama di bulan Ramadhan tahun ini pada Selasa, (02-04-2024).

Pembagian takjil dilaksanakan di lampu merah sekitaran Kampus 1 UIN Walisongo Semarang. Pengurus FORMAKIP Walisongo turun ke jalan membagikan  sebanyak 100 paket takjil kepada masyarakat. Pembagian takjil  tidak hanya diberikan kepada para pengendara saja, melainkan kepada masyarakat pejalan kaki yang juga melintas pada sore hari itu.

Kegiatan Bagi-bagi Takjil secara langsung tidak hanya memberikan manfaat materi kepada masyarakat yang menerimanya. Tetapi juga memiliki dampak positif bagi para pengurus dan anggota FORMAKIP Walisongo dalam membangun hubungan sosial dan kepedulian kepada masyarakat sekitar. Kegiatan ini bertujuan untuk menginspirasi semua orang supaya lebih peduli kepada sesama tanpa terkecuali.

“Dengan diadakan Bagi-bagi Takjil di bulan Ramadhan diharapkan bisa membawa berkah kepada kita semua, karena Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya,” ungkap Miftah, Ketua Umum Pengurus Pusat FORMAKIP Walisongo Periode 2024.


Reporter: Lekha Sonia

Editor: Henik Ika Ulfawati

Tiga Forum KIP-K UIN Wujudkan Organisasi Visioner dan Solutif Lewat Studi Banding

  Purwokerto– Forum Mahasiswa KIP-K (FORMAKIP) UIN Walisongo Semarang, Asosiasi Mahasiswa Bidikmisi dan KIP-Kuliah (ADIKSI) UIN Prof. K.H. S...