 |
Sumber : Pixabay.com |
Fenomena "Kabur Aja Dulu" belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial, khususnya di X (Twitter). Seruan #KaburAjaDulu menjadi simbol kekecewaan, kemarahan, dan protes masyarakat terhadap kondisi dalam negeri yang dianggap semakin tidak menentu. Tren ini mencerminkan keinginan sebagian masyarakat, khususnya generasi milenial dan Gen Z, untuk meninggalkan Indonesia demi mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri, baik melalui studi maupun pekerjaan.
Fenomena ini muncul sebagai respons terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. Kekecewaan terhadap kinerja pemerintah, tindakan aparat, serta penyimpangan kekuasaan semakin memperkuat dorongan untuk mencari peluang di luar negeri. Isu-isu seperti ketidakpastian karier, sulitnya mendapatkan pekerjaan, serta transparansi penggunaan pajak yang dipertanyakan turut memperkuat rasa frustrasi masyarakat. Mereka merasa bahwa keadaan di dalam negeri semakin sulit akibat korupsi, pungli, serta dominasi kepentingan kelompok tertentu dalam pemerintahan.
Tagar ini digunakan untuk menyoroti berbagai permasalahan dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, seperti Sejumlah tuntutan dalam aksi ini ialah efisiensi Kabinet Merah Putih secara struktural dan teknis; mendesak Prabowo keluarkan Perpuu Perampasan Aset; tolak revisi UU TNI, Polri, Kejaksaan; evaluasi total pelaksanaan Makan Bergizi Gratis; pendidikan gratis; tolak revisi UU Minerba; hapus dwifungsi militer di sektor; reformasi Polri; tolak revisi peraturan tata tertib DPR; hingga realisasi anggaran tukin dosen.
Namun, viralnya #KaburAjaDulu menimbulkan reaksi beragam di masyarakat. Sebagian mendukungnya sebagai bentuk ekspresi ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi, politik, dan sosial yang memburuk. Bagi mereka, tren ini bukan sekadar lelucon, melainkan refleksi atas permasalahan mendasar yang perlu segera diatasi. Namun, ada juga yang mengkritik tren ini dengan menyebut bahwa memilih "kabur" menunjukkan kurangnya jiwa nasionalisme.
Penting untuk dicatat bahwa memilih untuk tinggal atau bekerja di luar negeri tidak serta-merta mencerminkan kurangnya nasionalisme. Seseorang tetap bisa berkontribusi pada negara asalnya meskipun berada di luar negeri, misalnya melalui remitansi, promosi budaya, transfer ilmu, dan membangun jaringan internasional. Keputusan untuk bermigrasi sering kali didorong oleh kebutuhan ekonomi, pendidikan, atau pengembangan karier yang lebih baik. Di era globalisasi, nasionalisme bukan hanya soal lokasi fisik, tetapi juga komitmen emosional dan intelektual terhadap negara. Justru, banyak warga negara Indonesia di luar negeri yang tetap berperan dalam memperkenalkan Indonesia di mata dunia serta memberikan sumbangsih ekonomi melalui devisa negara.
Nasionalisme di era globalisasi dapat didefinisikan sebagai cinta tanah air yang tetap relevan meskipun terjadi interaksi antarnegara. Dalam konteks ini, nasionalisme tidak hanya berarti kesetiaan kepada negara, tetapi juga mencakup pemahaman akan nilai-nilai dan kepentingan nasional dalam tatanan global. Tinggal di dalam negeri bukanlah satu-satunya ukuran nasionalisme. Berkontribusi dalam bentuk investasi, advokasi sosial, atau bahkan mempromosikan budaya di luar negeri juga merupakan bentuk kecintaan terhadap tanah air.
Viralnya #KaburAjaDulu memang dapat dikaitkan dengan meningkatnya kekecewaan generasi muda terhadap situasi dalam negeri. Namun, ini tidak selalu berarti menurunnya rasa nasionalisme. Generasi muda saat ini mungkin mengekspresikan nasionalisme dengan cara yang berbeda, lebih berorientasi pada kontribusi global dan kolaborasi internasional. Jadi, fenomena ini seharusnya menjadi refleksi bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk menciptakan kondisi yang lebih baik agar generasi muda tidak lagi merasa perlu "kabur" untuk mencari kehidupan yang lebih layak di luar negeri.
Referensi:
https://www.kompas.com/tren/read/2025/02/18/083000865/awal-mula-tren-tagar-kabur-aja-dulu-ramai-digunakan-mengapa-?page=all
https://www.liputan6.com/health/read/5922002/seruan-kabur-aja-dulu-viral-bentuk-protes-anak-muda-yang-merasa-tak-punya-kuasa
Penulis: Lekha Sonia, Anisa Nurul Asanah
Editor: Prima Nurindah Sari