Minggu, 15 Juni 2025

Tiga Forum KIP-K UIN Wujudkan Organisasi Visioner dan Solutif Lewat Studi Banding

 



Purwokerto– Forum Mahasiswa KIP-K (FORMAKIP) UIN Walisongo Semarang, Asosiasi Mahasiswa Bidikmisi dan KIP-Kuliah (ADIKSI) UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (SAIZU) Purwokerto, dan Ikatan Mahasiswa Beasiswa & KIP-K (IKMAB-K) UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan menggelar kegiatan studi banding bertema “Berbagi Gagasan, Menginspirasi Tindakan: Studi Banding Menuju Organisasi Mahasiswa yang Visioner dan Solutif” di Hall Perpustakaan UIN SAIZU, Sabtu (15/6/2025), yang diikuti oleh 96 peserta dari ketiga forum.

Kegiatan ini bertujuan membangun sinergi antarorganisasi mahasiswa KIP-K serta menjadi wadah berbagi pengalaman dan gagasan dalam rangka menciptakan organisasi yang solutif dan berorientasi masa depan.

Ketua Umum ADIKSI, Akhmad Umam Khanani, dalam sambutannya menekankan pentingnya saling menyatukan kekuatan dan menyempurnakan kekurangan antar forum KIP-K.

“Setiap forum memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Maka dari itu, mari kita satukan agar bisa saling menyempurnakan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Ketua Umum IKMAB-K, M. Islakhul Aula, yang menegaskan bahwa studi banding bukan ajang pembuktian, melainkan sarana berkembang bersama.

“Studi banding ini bukan untuk menunjukkan siapa yang lebih unggul, tetapi agar kita bisa berkembang bersama,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua FORMAKIP Walisongo, Imam Syafi’i berharap forum ini bisa terus eksis dan menjadi ruang pengembangan diri bagi mahasiswa penerima KIP-K.

“Harapannya organisasi ini tidak hanya eksis saat ini, tetapi juga ke depannya harus menjadi ruang pengembangan bakat dan pelatihan yang sesungguhnya bagi mahasiswa KIP-K,” katanya.

Pembina ADIKSI, Chafid Diyanto, turut mengingatkan pentingnya memanfaatkan momen ini untuk memperluas relasi dan merasakan atmosfer kampus lain.

“Manfaatkan kegiatan ini sebagai kesempatan memperluas relasi dan wawasan. Jika memungkinkan, sempatkan berkunjung ke kampus lain agar menambah energi, motivasi, dan kepercayaan diri,” pesannya.

Kegiatan studi banding ini juga diisi dengan pemaparan program kerja dari masing-masing forum serta Focus Group Discussion (FGD) untuk setiap departemen. Melalui kegiatan ini, diharapkan terjalin kolaborasi yang lebih erat antarforum mahasiswa KIP-K dan tercipta organisasi yang progresif serta berdampak nyata.



Penulis :Dwi Endang Setyorini


Jumat, 13 Juni 2025

Lolongan Tak Terdengar


Sumber : Pixabay.com


Jeritan suara yang tak terdengar 

Beribu kata yang tak kunjung terungkapkan

Terpendam jauh di dalam sanubari

Ingin sekali dunia mendengarkannya 


Lelah sendiri memendam ini semua

Bukan hanya raga tapi jiwa juga sama lelahnya 

Tak satupun dari mereka bertanya 

Apakah kamu baik-baik saja ?


Ingin ku akhiri perjalanan yang panjang ini 

Ingin ku hentikan waktu yang berjalan ini 

Sampai kapan ku harus menahannya ?

Sampai kapan lagi harus memendamnya ?


Bahkan waktu tak mampu jawab pertanyaan itu 

Mungkin ini sudah jalannya harus aku lalui 

Mungkin ini suara suratan takdir yang harus aku jalani 

Dan berharap semua indah suatu saat nanti



Penulis : Kharisma Wahyu Kurniawati

Editor : Dwi Endang 

Jumat, 06 Juni 2025

Aku adalah rakyat


Sumber: Pixabay.com


Aku adalah rakyat,

Rakyat disebuah negeri demokrasi gema ripah loh jinawi

Rakyat disebuah negeri dengan enam agama resmi,

Tapi terbiasa mendengar caci maki.

Rakyat disebuah negeri yang pejabatnya lumrah masuk jeruji besi.


Aku adalah rakyat,

Yang selalu jadi konsumsi elit negeri.

Yang selalu dimanja tiap lima tahun sekali..

Yang jadi tameng atas keegoisan penguasa dan oposisi.


Aku adalah rakyat,

Yang kadang berpikir mengapa beda warna harus memaki?

Yang kadang tersenyum melihat pejabat negara keluar masuk bui.

Yang kadang merintih melihat korupsi jadi teman minum kopi.


Aku adalah rakyat,

Rakyat biasa yang terombang egoisnya penguasa.

Rakyat biasa yang selalu menjadi dalil ambisi mereka.

Rakyat biasa yang selalu menelan janji manis mereka.


Aku adalah rakyat,

Rakyat yang rindu akan sopan santun warisan budaya.

Rakyat yang rindu senyum sapa ala indonesia.

Rakyat yang rindu akan pejabat yang sadar dirinya siapa.


Aku adalah rakyat,

Tapi rakyatnya siapa?



Penulis : Muhammad Arif Fadlian Syah

Editor : Okti

Kamis, 29 Mei 2025

Bisikan Ranting


Sumber : Pixabay.com


Bersandar pada hitam kelam yang asing

Menyaksikan senyap begitu lahap menyantap bising

Hangat tewas mengerikan dihunjam angin

Sungai-sungai nadi membeku diterkam dingin


Teka-teki macam apa ini?

Seolah nafas tak pernah diizinkan damai

Ketika misteri dengan pongah mengajak takdir berjudi

Seperti air pada lembaran keladi, tujuannya hanya bertahan diri


Siapa yang bertanggung jawab saat hati menjadi kerontang?

Juga jiwa-jiwa yang terus diteror kematian

Hingga rasa takut lebih dulu merampas nyawa

Lantas ketika jiwa mati apa lagi guna raga?


Setelah lidah kelu seakan hati turut membisu

Benarkah harus berakhir demikian, Tuhan?

Perlu menunggu berapa kali lagi bumi berputar

Sekadar membuktikan bahwa rintihku kaudengarkan


Penulis : Nijam Alfatul Khasna

Editor : Okti 

Jumat, 23 Mei 2025

RESENSI NOVEL "LAUT BERCERITA"

 


Sumber : Gramedia.com

Judul buku : Laut Bercerita

Pengarang : Leila S. Chudori

Penerbit : Kepustakaan populer gramedia

Cetakan : ke-77 Juni 2024

Tebal buku : 377 halaman

ISBN : 978-604-424-694-5

Laut bercerita adalah novel karya penulis asal Indonesia bernama Leila S. Chudori. Ia juga merupakan seorang wartawan di majalah Tempo. Novel cetakan ke-77 ini pada bulan juni 2024. Dengan tema persahabatan, percintaan, kekeluargaan, penghianatan dan rasa kehilangan. Dengan berlatarkan waktu di tahun 1990 - 2000, novel ini mampu menghipnotis para pembacanya untuk menerobos ruang masa lalu dan kembali melihat peristiwa yang terjadi di tahun itu sendiri.

Laut dan sahabatnya terus memperjuangkan keadilan meskipun nyawa mereka dibayangi oleh penghilangan secara paksa atau tembak di tempat. Mereka diculik, dikurung, disiksa, dan diinterogasi, tanpa pernah tahu dimana mereka berada saat menjalani momen tragis itu. Penyiksaan mereka akan berakhir dengan dibuang tanpa tersisa atau dipulangkan apabila mereka beruntung. Asmara Jati, adik perempuan Laut, melacak jejak kakaknya yang hilang. Ketidakadilan tersebut menimbulkan trauma yang amat dalam. Tidak hanya bagi mereka yang dihilangkan dan selamat, tetapi juga bagi keluarga korban. Buku ini adalah perwujudan dalam bentuk fiksi bahwa kita sebagai bangsa Indonesia tidak boleh melupakan sejarah yang membentuk sekaligus menjadi tumpuan bangsa ini.

Buku ini berisikan kekejaman dan kebengisan yang dirasakan oleh kelompok aktivis mahasiswa di masa Orde Baru. Leila Salikha Chudori seakan-akan berusaha membawa para pembacanya untuk ikut merasakan era-era reformasi di tahun 1998 yang penuh dengan kepahitan dan kekejaman bagi para pembela rakyat. Tidak hanya membawa pembacanya pada pasang surut emosi, buku ini juga berisikan pengetahuan tentang keadilan sosial, prinsip demokrasi, dan sejarah pergerakan untuk mendukung Orde Baru. Oleh karena itu, selain berisikan pembelajaran hidup yang megah, buku ini juga memberikan pengetahuan mengenai sejarah kelam yang pernah dilewati bangsa ini. Novel ini adalah perwujudan dalam bentuk fiksi bahwa kita sebagai bangsa Indonesia tidak boleh melupakan sejarah yang membentuk sekaligus menjadi tumpuan bangsa ini. Generasi muda juga perlu melatih diri dan melatih diri untuk memikirkan secara kritis mengenai kebijakan pemerintah untuk mengatur pemerintahan serta kehidupan warga negara. Oleh karena itu, demokrasi dimaknai tidak hanya penting dan berlaku untuk negara saja sebagai suatu sistem. Demokrasi juga harus menjamin kebebasan dan hak kita sebagai manusia yang berdaulat dan sebagai warga negara, agar dapat ikut berpartisipasi dalam proses kebijakan, serta bebas untuk mencapai cita-cita kita, dengan jaminan HAM dan kebebasan, serta penegakan hukum.

Keunggulan dalam sebuah karya novel, tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi si penulis. Hal itu membuktikan bahwa dalam karya tulisnya, ada sesuatu yang ‘tidak biasa’ di mata para pembaca. Leila S. Chudori selaku penulis novel Laut Bercerita telah berhasil menetapkan tema dalam novel ini. Tema yang diusungnya mengenai kemanusiaan pada era Orde Baru yang mana sepantasnya novel ini memperoleh predikat sebagai novel dengan genre historical fiction terbaik.

Visualisasi karakter dan suasana dalam novel ini tampak sungguhan alias nyata. Terlebih, bagian di mana Laut beserta teman-temannya disiksa dan diperlakukan tidak manusiawi. Lalu, hal yang terpenting adalah novel ini berdasarkan kisah nyata pengalaman dari para aktivis yang sempat hilang dan diculik pada Maret tahun 1998 lalu, kemudian 9 berhasil kembali dan 13 lainnya dinyatakan hilang. Lalu, novel Laut Bercerita bersifat edukatif. Hal itu dibuktikan bahwa di dalamnya memuat pengetahuan sejarah rezim Orde Baru, sejarah pergerakan dalam menegakkan keadilan sosial, dan asas demokrasi. Dengan begitu, setelah selesai membaca novel ini, ada banyak pengetahuan mengenai sejarah yang akan kalian dapatkan.

Tidak hanya keunggulan, novel ini juga mempunyain kelemahan. Kelemahan tersebut berupa alur campuran atau maju mundur. Sehingga, para pembaca yang belum terbiasa dengan alur tersebut, akan cenderung kesulitan atau bingung. Hal itu karena dibutuhkannya sikap fokus dan pemahaman secara saksama supaya dapat mengikuti alur cerita dengan baik. Adanya sudut pandang tokoh berbeda dalam satu cerita. Akan tetapi lebih baik jika cerita tersebut dijadikan dua buku dengan judul yang berbeda. Kisah dari sudut pandang Asmara berjalan lambat dan dapat diprediksi. Dan cover novel ini pun kurang menarik sehingga membuat pembaca bingung cerita tentang novel ini jika hanya melihat covernya. Novel laut bercerita memiliki ending yang menggantung sehingga membuat penasaran pembaca tentang kelanjutan kisahnya.

Selain itu, di balik suksesnya sebuah novel, tentu ada pesan yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari. Dalam novel ini, salah satunya adalah cara agar seorang manusia dapat memanusiakan manusia dari segala aspek. Tak hanya itu, novel Laut Bercerita dapat menjadi bahan teguran untuk negeri ini bahwa masih ada hal yang belum terselesaikan. Mereka, para aktivis atau orang-orang yang sengaja dihilangkan, layak untuk memperoleh dan mendapatkan bentuk keadilan. Novel ini juga ditulis dengan riset yang mendalam. Setiap karakternya diceritakan dengan sangat baik dan secara harmonis membuat karakter melalui detail kecilnya terasa begitu nyata. Penuturan dan penulisan diksi yang mudah dimengerti, membuat pembaca dapat masuk ke dalam cerita dan seolah-olah menyaksikan setiap kejadian di depan mata.

Adapun cerita yang dihidangkan pun mengandung sedikit teka-teki, hal itu yang membuat para pembaca menjadi semakin penasaran akan akhir dari cerita novel ini. Pilihan kata dan penggunaan bahasa terbilang mudah dipahami sebab tak adanya istilah atau ungkapan asing yang menjadikan para pembaca sukar memahami isi cerita. Menariknya, novel ini berhasil digarap ke dalam bentuk film pendek yang berdurasi kurang lebih 30 menit dan disutradarai oleh Pritagita Arianegara. Selain hal-hal di atas, tentu masih ada banyak amanat yang dapat kalian ambil dalam novel ini. Maka dari itu, buku Laut Bercerita sangat direkomendasikan dan sangat layak untuk dibaca. Kisah yang dialami oleh tokoh Laut dan rekan-rekannya yang hilang di rezim Orde Baru pun tidak akan habis termakan waktu. Sebab memang kenyataan hal itu terjadi di negeri ini, bahkan hilangnya beberapa aktivis di masa 1998 tidak ada titik temu hingga saat ini.

Novel fiksi terkait sejarah Indonesia ini, secara implisit menyadarkan kita agar jangan sekali-sekali melupakan sejarah kelam di negeri ini. Dengan sistem demokrasi, seharusnya pemerintah siap menerima hak kritik dari para rakyatnya dengan segala kebijakan yang dibangun. Apabila tidak, tentu banyak terselip berbagai rahasia dan teka-teki, seperti kejadian di era 1998 yang masih menjadi sebuah tanda tanya besar. Hanya di negara diktatorial, satu orang bisa memerintah begitu lama. Seluruh Indonesia dianggap milik keluarga dan kroninya. Tapi kita harus tau satu hal yaitu kita harus mengguncang masyarakat yang pasif, malas, dan putus asa. Agar mereka mau ikut memperbaiki negeri yang sungguh korup dan berantakan ini, yang sangat tidak menghargai kemanusiaan. Novel ini direkomendasikan untuk Remaja, karena mengangkat tema-tema yang relevan dengan remaja seperti persahabatan, percintaan dan rasa kehilangan.

Setelah mereferensi novel ini, pembaca mungkin tertarik untuk membaca buku tersebut dan mengeksplorasi lebih dalam mengenai cerita yang disajikan. Buku ini dapat memicu semangat aktivis terutama mahasiswa pada orde baru 1998 dan melawan pemerintah karena sudah kejam terhadap rakyatnya.

 

Peresensi : Revalina Nicky Ramadhani

Editor : Rifqi


Kamis, 15 Mei 2025

Bangku Mahal

Sumber : Pixabay.com 

Aku berjalan menyusuri sungai

Menanti aliran air menghanyutkan kegelisahanku

Aku menatap langit dan bertanya,

Di mana letak kebahagiaanku?


Harapan yang ku rancang

Dicabik oleh pahitnya kenyataan

Aku ingin berdusta kepada ibuku,

Diriku sangat menginginkannya


Bagaimana tidak?

Bangku-bangku mahal itu menggodaku

Bahwa aku harus mendudukinya


Persoalan selanjutnya bukanlah tentang recehan,

Tapi tekad

Aku hanya tidak ingin menjalani hidup,

Dalam kebodohan yang selalu ku tanam


Penulis : Dwi Endang Setyorini

Sabtu, 10 Mei 2025

Peringatan Maulid Nabi Menghidupkan Teladan Rasulullah dalam Bermasyarakat



Sumber: Pixabay.com


       Maulid Nabi istilah yang tak asing lagi dikalangan muslim di berbagai penjuru dunia. Istilah ini merujuk pada peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awwal dalam kalender Hijriah tahun yang juga dikenal sebagai Tahun Gajah. Maulid Nabi menjadi momen penting untuk mengekspresikan rasa cinta dan penghormatan kepada Rasulullah SAW.Secara historis, tradisi peringatan Maulid Nabi pertama kali diperkenalkan oleh Dinasti Fatimiyah di Mesir. Seiring perkembangan Islam, tradisi ini menyebar ke berbagai wilayah Muslim, termasuk Indonesia, dan berkembang menjadi budaya yang kaya makna, baik secara religius maupun sosialDi Indonesia, Maulid Nabi menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat. Peringatannya dilakukan secara meriah dan penuh kekhusyukan melalui pembacaan shalawat, syair Berzanji, ceramah keagamaan, hingga kegiatan sosial. Uniknya, setiap daerah di Indonesia memiliki cara tersendiri dalam merayakan Maulid Nabi, mencerminkan keberagaman budaya lokal dalam bingkai nilai-nilai Islam. Daerah yang masih menghidupkan tradisi lokal yakni Yogyakarta dan surakarta dengan tradisi Grebeg Maulud, Kalimantan Selatan dengan Tradisi Baayun Maulid, Gorontalo  dengan tradisi walimah dan juga Banyuwangi dengan tradisi Endong-Endong dan lain-lain. 

        Seiring berkembangnya zaman, bentuk peringatan Maulid Nabi turut beradaptasi. Dakwah kini tak hanya dilakukan melalui pengajian langsung, tetapi juga lewat platform digital seperti media sosial, video dakwah, dan siaran daring. Meski demikian, tradisi peringatan Maulid yang bersifat lisan dan turun-temurun, seperti tahlil, rebana, dan pembacaan syair pujian terhadap Nabi SAW, tetap lestari. Dalam setiap peringatan Maulid Nabi, ceramah oleh para kyai dan tokoh agama menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan-pesan moral. Nilai-nilai seperti keadilan, integritas, kemanusiaan, dan tanggung jawab disampaikan sebagai cerminan akhlak Rasulullah SAW yang relevan diterapkan dalam konteks sosial dan kebangsaan masa kini.

    Rasulullah SAW adalah teladan sempurna dalam kehidupan sosial. Di tengah masyarakat yang beragam, beliau menunjukkan sikap toleransi, kepedulian, dan keadilan. Piagam Madinah menjadi bukti kemampuan beliau dalam membangun tatanan masyarakat yang harmonis, berlandaskan penghargaan terhadap hak asasi setiap individu. Sebagai pemimpin, Rasulullah menunjukkan kebijaksanaan dalam menyelesaikan konflik. Beliau menjadi pendengar yang adil dan pemimpin yang bijak. Dalam peristiwa penaklukan Kota Makkah, beliau memberi maaf kepada orang-orang yang dahulu memusuhinya, mengajarkan bahwa perdamaian lebih utama daripada balas dendam.

    Peringatan Maulid Nabi juga menjadi sarana penguatan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat berkumpul di masjid untuk mengikuti pengajian dan belajar tentang akhlak mulia seperti kejujuran, kesabaran, dan kasih sayang. Nilai-nilai ini kemudian diwujudkan melalui kegiatan sosial seperti gotong royong, membersihkan lingkungan, membantu yang sakit, dan aksi kemanusiaan lainnya. Bagi masyarakat, tindakan ini bukan sekadar rutinitas, tetapi cerminan dari kepedulian yang diajarkan Rasulullah SAW. Maulid Nabi bukan hanya ritual tahunan, tetapi momen penting untuk menginternalisasi keteladanan Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjadi pengingat untuk memperbaiki diri, menjadikan Nabi sebagai sumber inspirasi dalam menghadapi tantangan zaman, dan menumbuhkan cinta yang berbuah pada akhlak yang mulia.


REFERENSI 

  1. Setyaningsih, Sri Isnaini dan Ahmad Muthohar. 2023. Tradisi Bodo Mulud Perayaan Unik Bagi Masyarakat Muslim Demak. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo.Vol. 5.
  2. Setyaningsih, Sri Isnaini dan Luluk Asekhatul H. 2022. Lebaran Maulid Tinjauan Bentuk dan Nuansa Pelaksanaan Tradisi Masyarakat Demak.Semarang: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Walisongo. 
  3. Nordiana, Lia. (2023). Tradisi Maulid Nabi Muhammad dalam Sastra Banjar. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat



Penulis : Wida Wulan Sari

Editor : Okti 

Jumat, 09 Mei 2025

*Formakip Walisongo Adakan Pembukaan Harlah dan Seminar Beasiswa S2*

 


Vinna Pandu Winata dan Efri Arsyad Rizal sedang berbincang bersama dalam acara Opening dan Seminar Beasiswa S2 di Auditorium II Kampus 3 UIN Walisongo, Rabu (7/5/2025). (Dok. Khusus)


Semarang– Formakip Walisongo merayakan Hari Lahir ke-11 melalui seminar beasiswa S2 bertajuk "11 Tahun FORMAKIP Walisongo: Membangun Kolaborasi, Menguatkan Kapasitas, dan Mewujudkan Generasi Berdaya Saing Menuju Masa Depan Gemilang" di Auditorium 2 Kampus 3 UIN Walisongo Semarang. Acara yang dihadiri langsung oleh 155 peserta dilaksanakan pada Rabu (7/5/2025).


Wakil Rektor III UIN Walisongo, A. Hasan Asy'ari Ulama’i, membuka rangkaian acara Harlah Formakip dan mengapresiasi peran Formakip dalam mengembangkan komunitas akademik. Beliau menekankan perlunya inovasi kegiatan yang menunjang anggota.


“Organisasi perlu menghadirkan inovasi seperti seminar bersertifikasi di bidang beasiswa dan karir, bukan sekadar pelatihan,” ujarnya.


Seminar tersebut menghadirkan penerima beasiswa LPDP, Vinna Pandu Winata (sedang menempuh pendidikan magister UIN Walisongo) dan Efri Arsyad Rizal (lulusan S2 Universitas Birmingham, Inggris).


Vinna Pandu Winata menyampaikan bahwa niat yang kuat, konsistensi, dan kelengkapan dokumen merupakan kunci keberhasilan meraih beasiswa LPDP.


"Kunci utamanya adalah niat yang kuat, konsistensi, dan kesiapan dokumen," tegasnya.


Ia juga menjelaskan bahwa penerima LPDP mendapatkan pembiayaan penuh selama studi S2, meliputi tunjangan transportasi, buku, dan lainnya.


Sementara itu, Efri Arsyad Rizal menekankan bahwa lulusan UIN memiliki potensi untuk bersaing dengan lulusan kampus-kampus unggulan lainnya.


"Kita tetap kompetitif dengan perguruan tinggi non-keislaman, misalnya dengan menonjolkan kemampuan berdakwah, berpidato, atau keahlian lain yang bernuansa Islami. Bahkan dengan sesama kampus di Indonesia pun, kita bisa lebih unggul," tuturnya.


Efri menambahkan pentingnya memperluas peluang dan pengalaman.


"Yang terpenting adalah bagaimana kita mempersiapkan diri untuk meraih peluang dan memperkaya pengalaman," pungkasnya.


Reporter: Dwi Endang Setyorini

Senin, 05 Mei 2025

*Perjalanan Hidup*



Sumber : Pixabay.com

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Lewat tulisan ini, aku akan menceritakan sebuah perjuangan seseorang melawan pahitnya kenyataan. 
     Namaku, Rumaisha Afda Alfahra. Terlahir tanpa Ayah dan Bunda. tidak membuatku patah semangat dalam menggapai cita-cita dan menghadapi kehidupan yang keras seorang diri. Aku tahu memang sangat kecil kemungkinan, tapi bukankah Allah akan memberikan suatu jalan kemudahan?
     Hari-hari, aku baktikan dengan berjualan koran di pinggir jalan. Tidak bisa bersekolah, bermain, jalan-jalan, tidur pulas, makan enak, dan yang paling miris lagi, tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua. Aah … rasanya tak kuat.
     Aku tidur bermodalkan kardus, baju pun tidak bagus, makan sehari sekali, itu pun kalau uang hasil jualan laris manis. Tau sendiri ‘kan, sekarang zaman sudah serba canggih. Mau baca, nulis, jualan, semuanya sudah bisa diakses di internet, asal ada gawai saja, sih. 
     Terkadang, iri dan sedih melihat anak-anak yang berleha-leha menjemput mimpinya, padahal tugasnya cuma satu, belajar. Minta ini itu tinggal bilang, orang tua langsung kasih. Lantas kurangnya dimana? Sampai belajar malas-malasan begitu. Astaghfirullah.
     Dulu, ketika masih bersama Nenek, lebih tepatnya Nenek angkat. Beliau menemuiku tergeletak di jalanan, umurnya kira-kira sekitar satu tahun, katanya. Entahlah, aku tak ingat masa-masa itu. Mungkin karena masih kecil kali, ya?
     Nenek adalah penguatku kala ingin menyerah. Aku  mengingat obrolan kita saat duduk di teras Masjid. “Sha, cita-cita kamu mau jadi apa?” tanya Nenek sembari mengelus rambutku.
“Aku mau bahagiain, Nenek.” jawabku saat itu.
“Aamiin. sepertinya, Nenek tidak bisa menyaksikan kesuksesanmu, Sha,” aku hanya membalas dengan senyuman.
“Tapi Nenek percaya, bahwa kamu bisa menjadi orang hebat. Yakinlah, setiap  kesulitan itu pasti  ada kemudahan.” Nenek mendekap erat diriku. Hangat, pelukan yang sebelumnya tak pernah aku rasakan. 
     Ternyata percakapan itu, percakapan terakhir. Setelah melaksanakan sholat ashar. Nenek menghembuskan nafas terakhirnya. Aku menjerit histeris ketika mengetahui Nenek telah tiada. Hingga berbulan-bulan, aku seperti tidak tahu arah, persis orang yang tidak mempunyai akal.  
     Semenjak kejadian meninggalnya Nenek, hidupku hancur. Satu-satunya orang yang baik, peduli, selalu ada, selalu menjaga diriku telah pergi. Impian untuk membahagiakannya hangus bersama dengan kepergiannya.
     Hari ini, tepat satu tahun aku kehilangan, Nenek. Seseorang yang sangat berarti bagiku. Wanita tua pemilik alis tebal, dengan kemurahan hati menjaga anak yang tak jelas asal-usulnya. Terima kasih telah membersamaiku, di sini aku akan terus merindukanmu.
***
    Sudah hampir dua puluh tahun aku menjelajahi dunia, khususnya di desa Cienteung. Langkah demi langkah kulalui bersama bayang-bayang masa lalu. Entah berapa kali, kaki ini menyentuh panas aspal jalanan, tapi tetap saja aku harus bertahan. 
    Memang benar, terkadang pertanyaan yang sulit tak kunjung mendapatkan jawaban. Oh, Tuhanku bumi-Mu terlalu luas untuk aku tempati seorang diri tanpa siapa pun di sini. Ke manakah kau akan menuntun diri ini?
    Dulu, aku tidak percaya adanya Tuhan. Namun, almarhumah Nenek beralis tebal mengenalkanku dengan Tuhannya. Kata beliau, Dia adalah Tuhan Maha Esa, yang senantiasa mengabulkan do’a para umat di bumi. Dia memiliki sembilan puluh Sembilan nama baik. Hati ini terasa tenang mendengarnya.
 
    Sambil membawa koran, aku duduk di tepi jalan raya,  menunggu lampu merah tiba. Pikiran ingin terus berputar ke masa beberapa tahun silam, tapi aku urungkan. Karena, melihat anak kecil menangis, dia berjongkok dengan tangan memeluk kedua kaki.
“Dek, kamu kenapa?” Suara tangisnya semakin kencang. Aku jadi khawatir.
Aku ikut berjongkok dan mengelus pucuk kepalanya, “sayang, anak manis. Jangan nangis, ada Kakak di sini.” 
“ Kakak, aku takut sendiri,” katanya berbalik menghadapku. Aku bingung, mengapa anak secantik dan semanis ini dibiarkan sendirian di jalanan. Rasanya, ingin kujambak rambut seseorang yang berani meninggalkannya.
“Tenang, sayang. Sekarang, kamu sudah bersama, Kakak,” ucapku sembari tersenyum padanya. Tidak lama kemudian, dia berhenti menangis. 
“Kakak tahu di mana rumahku?” Aku menggeleng, “tadi, aku habis dari Mall. Terus, pas jalan pulang Mama suruh aku turun dari mobil, padahal ‘kan mainan itu nggak jadi aku ambil,” lanjut anak kecil tersebut.
“Terus, Mama tinggalin kamu di sini?” tanyaku dengan nada lebih tinggi.
“Iya. Kata Mama, aku anak bandel, enggak nurut, bodo, manja, cengeng, pinter ngadu dan … aku hafal segitu, Kak.” Aku meremas koran. Tega sekali Mamanya menelantarkan. Apa dia tidak mengkhawatirkan anak ini? Bagaimana jika diculik?

    Semakin berganti tahun, zaman semakin kacau saja. Seorang Ibu yang seharusnya menjaga, merawat, mendampingi, membimbing dan  mengayomi malah terang-terangan meninggalkan anaknya. Merinding rasanya..  Aku menegaskan pada diriku sendiri tidak akan menjadi seperti Ibu anak ini.
“Kamu yang kuat sayang,” sanggahku sambil kembali memeluknya, “eh, tapi dia Mama Kandungmu, ‘kan?
 Siapa tahu Mamanya palsu. Dia masih tertunduk, dan belum menjawabnya. Hmm … aku jadi curiga. Eh, tunggu, dia menangis lagi. 
“Adek …,” ujarku mengangkat dagunya. 
“Hu – hu – hu. Kenapa Kakak tanya aku?” Aduh, kok, makin deras air matanya. Lagian, pake keceplosan segala ini mulut. Dasar ember.
“Kakak minta maaf, ya?!” Aku menghapus air matanya, lantas  membiarkan dia tenang. 
“Aku terima maaf, Kakak, tapi ada syaratnya,” balasnya.
“Apa?”
“Aku ikut ke manapun, Kakak pergi,” pintanya padaku.
“Kamu siap luntang-lantung, enggak makan, jualan koran, tidur dari alas kardus, baju jarang ganti dan masih banyak lagi?” tanyaku sambil menatap matanya.
“Siap!” 
    Lucu sekali anak kecil, umur lima tahunan ini. Masa mau aku ajak sengsara semangat, sih. Terlalu naïf rasanya membawa dia dalam kehidupanku. Dia tidak tahu saja, bagaimana berada di posisi paling bawah. Semoga kamu dipertemukan kembali dengan keluargamu.
“Eh, iya. Nama Adek siapa?” 
“Namaku, Arsy. Kalau Kakak?” Aku mengucap syukur pada Tuhan yang Nenek kenalkan. Satu sisi senang, satu lagi sedih. Senang, karena ada teman, dan sedih kala memikirkan nasibnya nanti. Lupakan, yang paling penting dia bahagia.
“Rumaisha.”  Kita pun tertawa bersama. Mulai detik ini, aku akan terus menjaga dan memperlakukan dirinya seperti Nenek padaku.
    Setelah itu, aku dan Arsy pergi mencari tempat untuk tidur malam hari. Kita berkeliling dari satu kampung ke kampung lain, tapi tak ada orang yang mau menampung atau memperbolehkan tidur di luar teras rumah. 
    Hari sudah semakin sore, matahari mulai tenggelam. Tidak adakah orang yang mau menampung kita, semalam saja. Kasihan Arsy, dia kelihatan kelelahan sekali. Akhirnya aku ambil keputusan untuk tidur di pos ronda dekat pertigaan. Tak masalah, meski kena marah.
“Arsy, malam ini kita tidur di sini, ya,” kataku sembari berdiri menyeimbanginya.
“Nanti, kalau diusir kayak tadi, gimana?” Terlihat mata Arsy sudah mulai sayu.
“Tidak masalah, sayang.” Bagiku lebih baik nanti diusir daripada melihat Arsy kelelahan.
    Pagi hari, aku terbangun dan mendapati tidak ada Arsy, di sisiku. Ke mana dia? Aku terus memanggil namanya, sampai pada yang terakhir kali, aku menyadari satu hal. Ini bukan  di pos ronda, tapi aku berada tepat di pinggir jalan.

    Sebenarnya apa yang telah terjadi padaku? Tiba-tiba saja, aku merasakan nyeri di kepala. Ternyata, saat aku berjualan, salah satu mobil menghampiri dan menabrak dari arah kanan. Itu artinya pertemuan dengan Arsy pun hanya sekedar mimpi? Ah … lagi dan lagi realita mempermaikanku. Mungkin, meratapi takdir akan menjadi hobbyku setelah ini. Setelah dirajam pahit manisnya pengharapan. 
Tidak ada kehidupan yang sempurna. Karena, sedih dan bahagia akan selalu hadir menyapanya. Maka, jadikanlah sabar dan syukur menjadi penyempurna segala rasa.



 
Penulis : Ummu Hafadzoh Az-Zahra
Editor : Ahmad A'inur Rifqi

Jumat, 02 Mei 2025

CAHAYA DI BAWAH KUBAH HIJAU



Sumber: Pixabay.com



Wahai engkau yang bertempat di bawah kubah hijau,

Sungguh, kerinduan ini tak bisa ku bendung lagi.

Setiap detak jantungku bergetar ingin menjumpaimu,

Di malam sunyi, ku panjatkan doa kepada Ilahi.


Ingin sekali engkau datang ke mimpiku,

Bersemi harapan dengan syafaat-Nya.

Andaikan engkau berada di sisiku,

Akan kutumpahkan air mata bahagia yang tak terduga.


Engkaulah cahaya dalam gelapnya malam,

Membawa petunjuk bagi umat yang tersesat.

Dengan akhlak mulia, kau ajarkan kasih sayang,

Menuntun langkah kami menuju jalan yang selamat.


Dalam setiap lafaz shalawat terucap,

Kau hadir dalam hati, selalu kami ingat.

Wahai Nabi tercinta, pelita jiwa kami,

Semoga syafaatmu menuntun hingga akhir hayat.


Penulis : Hani Soraya Efendi

Editor : Dwi Endang 


Senin, 28 April 2025

*Rajendra Walad Jihad Bahas Pentingnya Pengembangan Diri dan Karier*


Rajendra Walad Jihad sedang memaparkan materi dalam acara MAKAPURI KIP-K 2024 di Lembah Nirwana, Nambangan, Gondang, Limbangan, Kabupaten Kendal, Sabtu - Minggu (26-27/4/2025). (Dok. Khusus).



formakipwalisongo.org - Forum Mahasiswa KIP-K (FORMAKIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang mengadakan Malam Keakraban Penuh Cerita dan Silaturahmi (MAKAPURI) KIP-K 2024 bertajuk "Melangkah Bersama, Ciptakan Cerita, Wujudkan Asa Bersama Nawasharma KIP-K 2024" di Lembah Nirwana, Nambangan, Gondang, Limbangan, Kabupaten Kendal, Sabtu - Minggu (26-27/4/2025).


Turut menghadirkan Demisioner Pengurus Pusat Bidikmisi Community (BMC) Walisongo Periode 2021, Rajendra Walad Jihad menjelaskan tentang pengembangan diri dan karier.


"Pengembangan diri adalah proses pembentukan potensi, bakat, sikap, perilaku, dan kepribadian seseorang melalui pembelajaran serta pengalaman yang dilakukannya. Sedangkan karier adalah proses perjalanan hidup seseorang," jelasnya.


Ia juga mengatakan bahwa antara pengembangan diri dan karier saling berkesinambungan. 


"Karier adalah proses perjalanan hidup seseorang. Sementara pekerjaan adalah profesi yang dikerjakan sepanjang waktu. Jadi antara pengembangan diri dan karier merupakan dua hal yang berkaitan," ucapnya. 


Lebih lanjut, Rajendra menekankan pentingnya pengembangan diri. 


"Pengembangan diri menjadi penting karena dapat meningkatkan kepercayaan diri, mampu mengontrol emosi, melahirkan peluang baru, dan meningkatkan kualitas hidup," pungkasnya.


*Reporter: Dwi Endang Setyorini*

*Editor: Ayu Reza Wulandari*

Tiga Forum KIP-K UIN Wujudkan Organisasi Visioner dan Solutif Lewat Studi Banding

  Purwokerto– Forum Mahasiswa KIP-K (FORMAKIP) UIN Walisongo Semarang, Asosiasi Mahasiswa Bidikmisi dan KIP-Kuliah (ADIKSI) UIN Prof. K.H. S...