 |
Sumber: iStock.lphoto |
Sepasang suami istri tengah duduk di meja makan menyantap sarapan masingmasing.
"Saya harus pergi," ucap Daniel seraya beranjak berdiri.
"Loh, Mas, kamu baru makan sedikit nasi gorengnya. Tidak mau dihabiskan
terlebih dulu?" sanggah istrinya yang bernama Qalesya Atmajaya.
Pernikahannya digelar seminggu yang lalu. Mereka menikah atas dasar perjodohan
kedua orang tuanya.
Qalesya ikut berdiri lalu melangkah mengikuti Daniel dari belakang. Ia berniat mengantarkan suaminya ke pintu depan.
"Eh, Mas, sebentar," ucapannya itu membuat langkah Daniel terhenti.
"Dasinya biar—" belum selesai Qalesya meneruskan perkataannya.
"Tidak perlu, saya bisa sendiri." Daniel memotong ucapan istrinya dengan
menipis tangannya yang akan memaut kain sutra berbentuk pita itu.
"Hati-hati, ya, Mas" ujar Qalesya sebelum suaminya masuk ke dalam mobil.
Saat mobil Daniel melaju, ia melambaikan tangannya sembari tersenyum hingga kendaraan beroda empat tersebut tidak terlihat.
Bibir Qalesya yang semula melengkung kembali terkatup rapat. Pikirnya tertarik
mundur pada waktu dasi suaminya yang sedikit miring.
Padahal ia hanya berniat
untuk merapikannya, tidak lebih.
Namun, ia justru mendapatkan sebuah penolakan
yang membuatnya harus menelan rasa kecewa untuk kesekian kalinya.
Siang harinya, Qalesya sudah bersiap hendak mengunjungi kantor suaminya.
Karena tidak ingin mempermalukan Daniel, ia pun harus memoles wajahnya yang
biasanya terlihat bersih alami agar menjadi sedikit mencolok.
Tak lupa, ia juga
menenteng rantang yang berisikan nasi dan lauk-pauk untuk makan siang Daniel.
"Mas Daniel pasti senang aku buatin makanan kesukaannya" lirih Qalesya yang sudah berada di lobi kantornya Daniel. Ia mengangkat rantang dan menatap mata
Daniel beberapa saat lantas melangkah masuk.
"Ngapain kamu ke sini?" Daniel menodong pertanyaan ketika melihat Qalesya
sedang menutup pintu ruangannya.
"Tadi pagi, Mas sarapannya cuma sedikit. Aku khawatir asam lambung Mas
kambuh lagi. Karena itu, aku ke sini buat mengecek keadaan Mas sekalian aku
bawain makan siang" jawabnya.
Ternyata tidak sesuai ekspektasi Qalesya. Bayangan Qalesya suaminya terlihat
sangat senang, ternyata sebaliknya. Suaminya itu malah memberikan tatapan tajam.
"Saya enggak butuh dikasihani!" balas Daniel.
Daniel menarik pergelangan tangan Qalesya lalu membawanya ke dalam kamar
yang dibuat khusus di ruang kerjanya untuk ia beristirahat.
Qalesya terduduk di
ranjang setelah Daniel merebut paksa rantang dan mendorongnya.
"Makanan macam apa ini? Kamu mau buat saya sakit perut dengan
menaburkan bumbu merah sebanyak ini?" nada bicara Daniel mulai naik.
"T-ta-tapi, itu, enggak pedas kok Mas. Aku bisa menjaminnya." jawab Qalesya
terbata-bata.
"Sampah!"
Daniel menjatuhkan rantangnya dengan sengaja hingga menimbulkan suara
khas benda logam yang cukup keras dan membuat isinya menjadi hancur berantakan.
"Ingat baik-baik, saya tidak sudi dan tidak akan pernah cinta sama kamu. Jadi,
stop bersikap sok manis di depan saya. Sekarang juga pergi kamu dari sini!"
Di rumah, usai diusir oleh suaminya dari perusahaan, Qalesya termenung
seorang diri. Ia memikirkan tentang masa depan rumah tangganya dengan Daniel
akan seperti apa nantinya.
Jika dalam ikatan yang baru berjalan selama seminggu
saja sudah diambang kehancuran, bagaimana nanti?
Apakah ia akan sanggup
mempertahankannya?
Qalesya menggeleng.
"Tidak! Jangan mikir aneh-aneh! Aku dan Mas Daniel pasti baik-baik saja. Kita
hanya perlu sedikit waktu lebih lama lagi agar kita bisa saling mengenal dan
memahami."
"Kalau Mas Daniel pulang, aku akan meminta maaf perihal kejadian di kantor
tadi. Sepertinya aku salah, karena sudah mengganggu waktu kerjanya, makannya dia
marah."
Lidah yang masih basah oleh ucapannya itu seketika membungkam.
Mata Qalesya menatap tak percaya dua insan di hadapannya yang salah satunya adalah
Daniel. Ia bergandengan tangan dengan seorang wanita.
"M-mas, s-siapa dia?" tanyanya.
Sekilas Daniel melirik Qalesya, tetapi ia tidak menjawab pertanyaan istrinya.
Ia lebih memilih objek lain untuk menjadi titik pandangannya. Wanita di samping
Daniel tersenyum ramah sembari mengulurkan tangannya.
"Hai, kenalin, aku Luna. Luna Maharani tepatnya. Pacar dan calon istrinya Mas
Daniel Alkatiri" ucapnya.
Daniel langsung memeluk pinggang Luna dari samping.
Ketika menyaksikan pergerakan suaminya itu, jantung Qalesya seakan berhenti.
Napasnya tersekat di kerongkongan. Kedua bola matanya juga perlahan memanas.
Namun, ia berusaha untuk tetap kuat.
"Sayang, aku ganti baju dulu, ya," kata Daniel dengan membelai rambut Luna
yang lurus agak pirang.
"Oke, Sayang. Aku tunggu di sini." jawab Luna.
Mereka lupa jika Qalesya masih berada di sana.
Dengan hati dan perasaan yang terasa begitu menyesakkan ia memutar badannya. Kemudian berlalu meninggalkan
Luna dan Daniel yang masih bermesraan.
Disela Daniel mengganti pakainya, Qalesya menonton televisi, sedangkan Luna
memainkan ponselnya. Tidak ada percakapan sama sekali sebelum Luna menangkat
suara.
"Panas banget. Mbak tolong ambilin minum dong," pintanya kepada Qalesya.
Qalesya tertegun.
Pacar suaminya ini memang sangatlah menyebalkan. Jelas jelas ia tuan rumah di sini, malah diperlakukan selayaknya pembantu oleh Luna.
Ingin rasanya ia mencabik-cabik mukanya yang tebal oleh riasan itu.
"Mau air putih dingin atau air putih panas?" ucap Qalesya berusaha
mengendalikan emosinya agar tetap stabil.
Luna mengernyitkan kening.
"Terserah," jawabnya.
Dengan berat hati Qalesya tetap menurutinya.
Sesuai jawaban terserah Luna dan suasana hati yang buruk akibat kedatangannya,
Qalesya membawakan air putih panas ke hadapan pacarnya Daniel dan mengenai
baju Luna.
"Aduhh! Kamu gimana, sih? Baju aku jadi basah nih," protes Luna.
"Panass!"
"Ups! Maaf, sengaja." Qalesya membekap mulutnya ketika Luna memberikan
tatapan sinis.
"Ada apa ini?"
Daniel tiba-tiba datang mendengar rintihan.
"Qalesya siram aku, Mas," adu pacarnya.
Daniel menatap Qalesya penuh kemarahan.
"Mas, aku bisa jelasin."ucap Qalesya membela.
Daniel berjalan mendekatinya lalu melayangkan tangan.
PLAK..!!!
Pipi kanan Qalesya berubah menjadi merah setelah terkena tamparan dari Daniel.
Ia segera meraba pipinya yang terasa sakit.
"Bisa-bisanya kamu nampar aku, Mas? Aku istri kamu. Istri sah kamu!. Ke mana
hati nuranimu!!!" teriak Qalesya kecewa.
"Kamu sudah keterlaluan menyiram Luna." Kata Daniel membela Luna.
Daniel meraih tangan Luna dan menyematkan jemarinya pada jemari Luna.
"Ayo, Sayang, kita pergi dari sini!"
Daniel berjalan keluar rumah bersama Luna.
Qalesya berusaha mencegah suami tercintanya itu, tetapi Daniel justru
mendorongnya hingga tersungkur di lantai.
"Mas! Mas Daniel!"
Keesokan harinya, Qalesya menggeliat usai terbangun dari tidurnya.
Semalaman ia menunggu Daniel pulang sampai tidak terasa bahwa dirinya ketiduran
di kursi ruang tamu.
Betapa ia sangat mencemaskan keadaan suaminya.
"Aku harus cari Mas Daniel!"
Setelah membersihkan diri, Qalesya pergi mencari keberadaan Daniel.
Ia berjalan di atas trotoar menyusuri jalananan. Tak jauh dari sana pandangannya
menangkap siluet Daniel yang hendak menyebrangi jalan raya.
Merasa takut salah
sasaran, akhirnya ia maju dan menyipitkan bola matanya.
Ternyata benar perkiraannya. Daniel tak jauh dari pandangannya.
Dari radius seratus meter, Qalesya melihat ada sebuah mobil yang melaju
dengan kecepatan tinggi menghampiri Daniel.
Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari menyusul suaminya lantas mendorong tubuhnya sekuat tenaga.
Namun, saat ia akan menghindar mobil itu lebih dulu menyambarnya. Tubuhnya terpelanting hingga ke dekat pembatas jalan.
Daniel yang merasa tubuhnya terdorong dari belakang pun segera berbalik.
Betapa terkejutnya ia ketika melihat Qalesya sudah terbujur kaku bersimbah darah.
"QALESYA!!!"
Penulis: Ummu Hafadzoh Az-Zahra
Editor: Ainur Rifqi